KEJAHATAN PASAR MODAL DALAM SEJARAH
Kejahatan di bidang pasar modal adalah
kejahatan yang dilakukan oleh pelaku pasar dalam kegiatan pasar modal. Secara
internasional, kasus-kasus kejahatan di bidang pasar modal bermodus tidak jauh
berbeda dengan kejahatan lainnya. Pemerintah Indonesia, melalui Badan Pengawas
Pasar Modal (selanjutnya disingkat BAPEPAM-LK) berupaya keras untuk mengatasi
dan mencegah tindak kejahatan di pasar modal Indonesia dengan berbagai cara,
antara lain : menertibkan dan membina pelaku pasar modal sebagai tindakan
preventif yaitu pencegahan terjadinya kejahatan, dan menuntaskan kejahatan di
bidang pasar modal sebagai tindakan represif yaitu penegakan hukum.
Kejahatan pasar modal sebenarnya sudah cukup lama ada
di berbagai negara, meskipun jika dibandingkan dengan kejahatan di bidang lain,
terutama kejahatan konvensional, tentu saja kejahatan pasar modal tergolong
kejahatan baru. Di London, Inggris, sejak tahun 1285 telah ada peraturan yang
mewajibkan para pialang saham mendapat izin terlebih dahulu sebelum menjalankan
pekerjaannya sebagai pialang saham. Pelanggaran terhadap keharusan mendapatkan
izin tersebut dianggap sebagai kejahatan pasar modal.
Di Prancis, antara tahun 1834 sampai
dengan tahun 1836 telah terjadi penyuapan terhadap operator dari Optical
Telegraph oleh 2 (dua) orang banker Prancis agar dapat mengeluarkan
informasi tidak benar tentang saham sehingga para penyuap mendapatkan
keuntungan tertentu atas beban pihak investor lain. Tahun 1869, di Amerika
Serikat terjadi ”cornering” oleh Jay Gould, James Fiske dan Daniel Drew
terhadap pasar emas sehingga harga emas turun mendadak yang memicu terjadinya
peristiwa ”Black Friday”. Black Friday ini merupakan
salah satu kepanikan finansial terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Berbagai
macam kejahatan di pasar modal terus saja terjadi dengan berbagai modus, dimana
pada abad ke-19 dan abad ke-20 serta dalam memasuki abad ke-21, intensitas
kejahatan pasar modal semakin tinggi, bahkan dengan cara-cara yang semakin lama
semakin canggih sehingga sangat susah untuk dideteksi, yang kesemuanya
bertujuan untuk mengecoh investor.
Di Indonesia praktik kejahatan pasar
modal biasanya ditemukan di sektor perbankan dan kasus pencucian uang hasil
korupsi. Melalui penelusuran singkat, diketahui bahwa praktik kejahatan pasar
modal juga merupakan faktor yang menimbulkan krisis ekonomi pada 1998, kasus
BLBI, dan kasus Bank Sarijaya Sekuritas. Selain karena memanasnya bursa saham
di Hongkong, jatuhnya harga rupiah pada krisis moneter 1998 juga dikarenakan
adanya “perlindungan” para konglomerat yang melakukan berbagai praktik
kejahatan kerah putih di pasar modal, sehingga kondisi ekonomi Indonesia dari
luar terlihat mapan, namun dibaliknya perlahan-lahan semakin rapuh. Sebagai
konsekuensi, harga Rupiah turun drastis, rezim Orde Baru runtuh, dan para antek
yang “menjilat” Soeharto melarikan diri ke luar negeri.
UNDANG-UNDANG DAN BERBAGAI KEJAHATAN PASAR MODAL
Pedoman mengenai pasar modal di Indonesia
diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. UU tersebut
menggantikan UU Nomor 15 Tahun 1952 yang menetapkan berlakunya UU Darurat Nomor
13 Tahun 1951 sebagai UU. UU Darurat tersebut diganti karena materinya sangat
sulit dan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengembangan pasar modal dewasa
ini. Dalam perkembangannya, UU ini kemudian dilengkapi dengan PP No. 4
Tahun 2008 tentang Jaringan Pengaman Sistem Keuangan, PP No. 45 Tahun 1995
Tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, dan PP No. 46 Tahun
1995 Tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.
UU Nomor 8 Tahun 1995 telah menggariskan
jenis-jenis tindak pidana dibidang pasar modal, seperti penipuan, manipulasi
pasar, dan perdagangan orang dalam. Selain menetapkan jenis-jenis tindak pidana
dibidang pasar modal, UU Nomor 8 Tahun 1995 juga menetapkan sanksi pidana denda
dan penjara atau kurungan bagi para pelaku dengan jumlah atau waktu yang
bervariasi. Tindak pidana dibidang pasar modal memiliki karekteristik yang
khas, yaitu barang yang menjadi obyek adalah informasi, selain itu pelaku
tindak pidana tidak mengandalkan kemampuan fisik, tetapi kemampuan untuk
memahami dan membaca situasi pasar untuk kepentingan pribadi. Pembuktian tindak
pidana pasar modal juga sangat sulit, namun akibat yang ditimbulkan dapat fatal
dan luas. Jenis-jenis tindak pidana yang dikenal dibidang pasar modal, antara
lain:
1. Penipuan
Penipuan menurut UU Nomor 8 Tahun 1995
Pasal 90 huruf c, adalah: membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta
material atau tidak mengungkapkan fakta material agar pernyataan yang dibuat
tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat
dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri
sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan memengaruhi pihak lain untuk membeli
atau menjual efek.
Larangan tersebut ditujukan kepada semua
pihak yang terlibat dalam perdagangan efek, bahkan turut serta melakukan
penipuan pun tak lepas dari jerat pasal ini. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Pasal 378 tentang penipuan, disebutkan bahwa penipuan adalah
tindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara:
a) Melawan
hukum;
b) Memakai
nama palsu atau martabat palsu;
c) Tipu
muslihat;
d) Rangkaian
kebohongan;
e) Membujuk orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang atau
menghapuskan piutang.
Terkait dengan pengertian KUHP tentang
penipuan, UU Nomor 8 Tahun 1995 juga memberikan beberapa spesifikasi mengenai
pengertian penipuan, yaitu terbatas dalam kegiatan perdagangan efek yang
meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan/atau penjualan efek yang terjadi
dalam rangka penawaran umum, atau terjadi di bursa efek maupun diluar bursa
atas efek emiten atau perusahaan publik. Mengenai pengertian tipu muslihat atau
rangkaian kebohongan sebagaimana ditentukan dalam KUHP, UU No. 8 Tahun 1995
menegaskan bahwa hal tersebut termasuk membuat pernyataan yang tidak benar
mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta yang material.
2. Manipulasi Pasar
Manipulasi pasar menurut UU Nomor 8
Tahun 1995 Pasal 91 adalah, tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak secara
langsung maupun tidak dengan maksud untuk menciptakan gambaran semu atau
menyesatkan mengenai perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di bursa efek.
Otoritas pasar modal mengantisipasi setiap pihak yang memiliki kapasitas dan
kapabilitas dalam hal modal dan teknologi atau sarana yang kemungkinan bisa
melakukan penggambaran sedemikian rupa sehingga pasar memahami dan merespon
gambaran tersebut sebagai suatu hal yang benar. Beberapa pola manipulasi pasar,
antara lain:
a) Menyebarkan
informasi palsu mengenai emiten dengan tujuan mempengaruhi harga efek
perusahaan yang dimaksud di bursa efek (false information). Misalnya, suatu
pihak menyebarkan rumor bahwa emiten A akan segera dilikuidasi, pasar merespon
kemudian harga efeknya jatuh tajam di bursa;
b) Menyebarkan informasi
yang menyesatkan atau tidak lengkap (misinformation). Misalnya, suatu pihak
menyebarkan rumor bahwa emiten B tidak termasuk perusahaan yang akan
dilikuidasi oleh pemerintah, padahal emiten B termasuk yang diambil alih oleh
pemerintah. Harga efek di pasar modal sangat sensitif terhadap suatu
peristiwa dan informasi yang berkaitan, baik secara langsung maupun tidak
dengan efek tersebut. Informasi merupakan pedoman pokok para pemodal untuk
mengambil keputusan terhadap suatu efek. Jika informasi tersebut tidak
dilindungi oleh hukum sebagai informasi yang benar, bagaimana kegiatan
perdaganyan pasar modal bisa berjalan? Informasi yang dihembuskan oleh pihak
tertentu dapat menimbulkan dampak pada pasar, akibatnya harga efek bisa naik
atau turun. Begitu telah ada konfirmasi bahwa informasi itu benar, maka gejolak
pasar akan berhenti dan berjalan normal kembali.
Transaksi yang dapat menimbulkan
gambaran semu adalah transaksi efek yang tidak mengakibatkan perubahan
kepemilikan atau penawaran jual/beli efek pada harga tertentu dimana pihak
tertentu telah bersekongkol dengan pihak lain yang melakukan penawaran jual/beli
efek yang sama pada harga yang kurang lebih sama. Motif dari manipulasi pasar
antara lain untuk meningkatkan, menurunkan, atau mempertahankan harga efek.
Dalam praktik perdagangan efek internasional dikenal beberapa kegiatan yang
dapat digolongkan sebagai manipulasi pasar, yaitu:
a. Marking the Close
Marking the close adalah, merekayasa harga
permintaan atau penawaran efek pada saat atau mendekati penutupan perdagangan
dengan tujuan membentuk harga efek atau harga pembukaan yang lebih tinggi pada
hari berikutnya.
b. Painting
the Tape
Painting the tape adalah, kegiatan
perdagangan antara rekening efek satu dengan rekening efek lain yang masih
berada dalam penguasaan satu pihak atau memiliki keterkaitan sedemikian rupa
sehingga tercipta perdagangan semu. Pada dasarnya painting the tape mirip
dengan marking the close, namun dapat dilakukan setiap saat.
c. Pembentukan
harga berkaitan dengan merger, konsolidasi, atau akuisisi
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas menentukan bahwa, pemegang saham yang tidak
menyetujui rencana merger, konsolidasi, atau akuisisi berhak meminta kepada
perseroan untuk membeli saham dengan harga yang wajar. Pemegang saham dapat
memanfaatkan ketentuan ini untuk kepentingan pribadi melalui tindakan
manipulasi pasar.
d. Cornering
the Market
Cornering the market adalah, membeli
efek dalam jumlah yang besar sehingga dapat menguasai atau menyudutkan pasar.
Praktiknya dapat dilakukan dengan short selling, yaitu menjual efek dimana
pihak penjual belum memiliki efeknya. Hal ini dapat dilakukan karena bursa efek
menetapkan jangka waktu penyelesaian transaksi T+3 (penjual wajib menyerahkan
efeknya pada hari ke-3 setelah transaksi). Jika penjual gagal menyerahkan efek
pada T+3, maka yang bersangkutan harus membeli efek tersebut di pasar tunai
yang biasanya lebih mahal dari harga di pasar regular. Pelaku dapat mengambil
keuntungan dari situasi tersebut dengan melakukan cornering the market, yaitu
membeli dalam jumlah besar efek tertentu dan menahannya sehingga akan banyak
penjual yang mengalami gagal serah efek dan terpaksa membeli di pasar tunai
yang sudah dikuasai oleh pelaku.
e. Pools
Pools merupakan penghimpunan dana dalam
jumlah besar oleh sekelompok investor dimana dana tersebut dikelola oleh broker
atau seseorang yang memahami kondisi pasar. Manager dari pools tersebut membeli
saham suatu perusahaan dan menjualnya kepada anggota kelompok investor tersebut
untuk mendorong frekuansi jual-beli efek sehingga dapat meningkatkan harga efek
tersebut.
f. Wash
Sales.
Order beli dan jual antara anggota
asosiasi dilakukan pada saat yang sama dimana tidak terjadi perubahan
kepemilikan manfaat atas efek. Manipulasi tersebut dilakukan dengan maksud
bahwa mereka membuat gambaran dari aktivitas pasar dimana tidak terjadi
penjualan atau pembelian yang sesungguhnya.
g. Perdagangan
Orang Dalam (Insider Trading)
Sejenis nepotisme, dimana pelaku
perdagangan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: pihak pertama yang
mengemban kepercayaan secara langsung maupun tidak dari emiten atau perusahaan
publik atau disebut juga pihak yang berada dalam fiduciary position, dan pihak
kedua yang menerima informasi orang dalam dari pihak pertama (disebut juga
tippees).
Pihak yang termasuk golongan pertama,
antara lain: komisaris, direktur, pegawai, pemegang saham utama emiten atau
perusahaan publik, orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesi atau
hubungan usahanya dengan emiten memungkinkan orang tersebut memperoleh
informasi orang dalam.
Kemungkinan terjadinya perdagangan
dengan menggunakan informasi orang dalam dapat dideteksi dari ada atau tidaknya
orang dalam yang melakukan transaksi atas efek perusahaan dimana yang
bersangkutan menjadi orang dalam. Selain itu dapat pula dideteksi dari adanya
peningkatan harga dan volume perdagangan efek sebelum diumumkanya informasi
material kepada publik terkait dengan terjadinya peningkatan atau penurunan
perdagangan yang tidak wajar.
KEJAHATAN PASAR MODAL: SALAH SATU KEJAHATAN TERCANGGIH SAAT INI
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa
pasar modal adalah seperti juga jenis pasar lainnya dimana di dalamnya
berkumpul orang-orang untuk melakukan jual beli, tetapi yang menjadi objeknya
adalah Efek. Dengan demikian pasar modal berarti suatu pasar dimana dana-dana
jangka panjang baik utang maupun modal diperdagangkan. Karena di dalam pasar
modal banyak uang yang beredar, maka orang-orang ramai untuk bergabung dengan
perannya yang berbeda-beda satu sama lain. Ada di antara mereka yang merupakan
pemain yang baik, tetapi banyak pula di antara mereka yang hanya sekedar
mencari untung seketika dengan menghalalkan segala macam cara, sehingga mereka
menjadi pelaku kejahatan di pasar modal.Banyak yang berpendapat bahwa pasar
modal tidak terkait dengan pencucian uang, mengingat transaksi yang terjadi di
pasar modal bukanlah transaksi yang melibatkan uang tunai. Dengan kata lain,
untuk bertransaksi di pasar modal, pelaku harus terlebih dahulu menyetorkan
uang tunai ke sistem perbankan, sehingga indikasi pencucian uang terdeteksi dan
dicegah di pihak bank. Namun, demikian sebenarnya kegiatan pencucian uang
sangatlah mungkin dilakukan di pasar modal, dimana kegiatannya tidak hanya
melibatkan arus uang (flow of fund) tetapi juga arus efek (flow of
securities).
Saat ini, banyak orang sudah menggunakan
internet sebagai alat untuk berkomunikasi dalam hal jual beli Efek di Pasar
Modal. Ironisnya, internet itu juga semakin meluas digunakan oleh para penjahat
berdasi tersebut untuk melakukan kejahatan di pasar modal. Internet memang
sangat menstimulasi orang untuk melakukan kejahatan pasar modal. Pertama,
karena penggunaan internet relatif murah, kedua, karena internet sudah merata
digunakan oleh orang-orang berdasi, dan yang ketiga adalah karena penggunaan
internet tidak terlalu sulit, cukup sambil istirahat di rumah pribadi menekan
beberapa tombol maka pekerjaan penjahat pasar modal sudah selesai.
Kejahatan pasar modal merupakan salah
satu kejahatan tercanggih di dunia yang umumnya dilakukan dengan modus operandi
yang sangat rumit dan tidak gampang untuk dilacak. Di samping modusnya yang
canggih-canggih, para pelaku kejahatan pasar modal juga umumnya terdiri dari
orang-orang terpelajar sehingga dikatakan bahwa kejahatan pasar modal termasuk
ke golongan kejahatan kerah putih (white collar crime). Karena itu
kejahatan pasar modal sulit untuk dibuktikan apalagi jika penegak hukum masih
menggunakan metode-metode konvensional dalam melakukan law enforcement.
Para pelaku kejahatan di bidang pasar
modal berupaya agar uang hasil kejahatannya dapat diselamatkan. Salah satu cara
adalah melalui mekanisme pencucian uang (money laundering). Dengan cara
tersebut, para pelaku kejahatan berusaha mengubah atau mencuci sesuatu yang
didapat secara illegal menjadi legal. Pencucian uang ini dilakukan terhadap
uang hasil tindak pidana perdagangan narkotika, korupsi, penyelundupan senjata,
perjudian, penggelapan pajak, dan insider trading dalam
transaksi saham di pasar modal. Dengan pencucian uang ini, pelaku kejahatan
dapat menyembunyikan asal-usul yang sebenarnya dana atau uang hasil kejahatan
yang dilakukannya. Melalui kegiatan ini pula para pelaku kejahatan dapat
menikmati dan menggunakan hasil kejahatannya secara bebas seolah-olah tampak
sebagai hasil kegiatan yang legal.
Salah satu contoh kasusnya adalah kasus
Reksa Dana PT. Sarijaya Permana Sekuritas. Terdakwa Herman Ramli bersama dua
Direksi PT Sarijaya Permana Sekuritas dianggap penuntut umum telah melakukan
tindak pidana penggelapan/penipuan, dan pencucian uang. Akibat ulah ketiga
terdakwa, 13.074 nasabah menderita kerugian sebesar Rp. 235,6 milyar. Berawal
dari perbuatan Herman yang secara bertahap memerintahkan stafnya, Setya Ananda,
untuk mencari nasabah nominee pada tahun 2002. Sampai tahun 2008, sudah
terhimpun 17 nasabah nominee yang sebagian besar adalah pegawai grup perusahaan
Sarijaya. Kemudian, dibukakanlah ketujuhbelas nasabah nominee ini rekening.
Rekening itu digunakan Herman untuk melakukan transaksi jual/beli saham di
bursa efek.
Namun, karena dana dalam rekening 17
nasabah nominee ini tidak mencukupi untuk melakukan transaksi, maka Herman
meminta Lanny Setiono (stafnya) untuk menaikkan batas transaksi atau Trading
Available (TA). Lalu, Lanny menindak-lanjutinya dengan memerintahkan bagian
informasi dan teknologi (IT) untuk memproses kenaikan TA 17 nasabah nominee
tersebut. Tapi, untuk menaikkan TA, sebelumnya harus mendapat persetujuan dari
para direksi Sarijaya, yaitu Teguh, Zulfian, dan Yusuf Ramli, Direktur Utama
Sarijaya. Walau mengetahui dana yang terdapat pada rekening ketujubelas nasabah
nominee tidak mencukupi, para direksi tetap memberikan persetujuan untuk
menaikkan TA. Sehingga, Herman dapat melakukan transaksi jual/beli saham di
bursa efek. Padahal, transaksi yang dilakukan Herman, tanpa sepengetahuan atau
order dari para nasabah. Selama kurang lebih enam tahun, Herman melakukan
transaksi jual/beli saham dengan menggunakan rekening ketujuhbelas nasabah
nominee. Dan untuk membayar transaksi itu, Herman medebet dana 13074 nasabah
yang tersimpan di main account Sarijaya.
Apabila diakumulasikan, pemilik 60
persen saham perusahaan sekuritas (Sarijaya) ini telah mempergunakan dana
sekitar Rp214,4 miliar, termasuk di dalamnya modal perusahaan sebesar Rp5,77
miliar. Oleh karena itu, Herman dianggap telah melakukan tindak pidana
penggelapan/penipuan, dan pencucian uang yang merugikan 13074 nasabah Sarijaya
sekitar Rp235,6 miliar.Mabes Polri dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) mempunyai pendapat yang berbeda untuk kasus ini. Polri
menyatakan kasus Sarijaya masuk dalam ranah pasar modal, dan perlu ditindak
sesuai dengan UU Pasar Modal.Sedangkan Bapepam-LK menganggap kasus ini bukan
pelanggaran pasar modal, melainkan kategori pidana umum, yakni penggelapan dan
pencucian uang.
KEJAHATAN PASAR MODAL BERSAMA BISNIS LBO YANG GEMERLAPAN
Leverage buy out adalah teknik pengusaan
perusahaan dengan metode pinjaman atau utang yang digunakan pihak manajemen
untuk membeli perusahaan lain. Terkadang suatu perusahaan target dapat dimiliki
tanpa modal awal yang besar. LBO juga dapat dikatakan suatu keadaan di mana
para seluruh saham perusahaan dibeli oleh pihak manajemen perusahaan atau oleh
investor lain dengan memanfaatkan dana pinjaman. Selain untuk menghindari
pengambilalihan paksa, tindakan ini dilakukan karena berbagai keputusan
manajemen unit usaha tertentu tidak sesuai dengan keseluruhan strategi
korporasi atau unit tersebut hendak dijual untuk memperoleh dana tunai, atau
unit bisnis tersebut sedang memperoleh tawaran harga yang atraktif. Sebuah LBO
mengubah perusahaan menjadi pribadi (private, tidak publik). Pada saat
ini aktivitas LBO menjadi bisnis yang menarik karena perusahaan yang telah
dibeli tersebut (biasanya setelah disehatkan) dapat dijual kembali bagian per
bagian untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, bahkan terkadang dengan
harga premium. Bank yang bergerak di sektor ini biasa disebut sebagai merchant
banking. Bisnis LBO merupakan bisnis yang cenderung “tidak inovatif”,
baik dalam produksi dan managemen. Yang biasa dilakukan terhadap perusahaan
yang dibeli hanya berkisar menguttak-atik keuangan, mengganti karyawan atau
direktur, dan berbagai hal yang tidak produktif.
Walaupun LBO terlihat sebagai bisnis
“bersih”, namun demikian, perlu dicermati bahwa perusahaan yang dibeli investor
secara LBO harus lebih hati-hati. Kehati-hatian tersebut erat kaitannya dengan
peluang menjual kembali perusahaan tersebut dengan harga premium atau
menjadikan perusahaan tersebut sebagai “sapi perahan” untuk membayar kembali
utang yang digunakan untuk LBO atau untuk membiayai kebutuhan dana segar di
bidang lainnya.
Di Amerika serikat, bisnis LBO juga
disebit sebagai bisnis dengan pola ekonomi “kasino” dimana merupakan suatu
contoh sistem ekonomi kapitalis di lingkungan pasar modal. Bisnis LBO popular
sekitar masa 1980-an. Namun peminatnya berkurang drastis dikarenakan
terukapnya praktik-praktik kejahatan yang meliputinya, seperti insider
trading, penggelapan pajak, dan penipuan terhadap klien. Akibat yang
ditimbulkan dari praktik kejahatan dalam bisnis LBO adalah terjun bebasnya
saham index Dow Jones pada Senin, 19 Oktober 1987 hingga 508
poin, yang kemudian dikenal sebagai “Black Monday”. Terusan dari kasus
ini mengakibatkan jatuhnya kepercayaan masyarakat terhadap presiden Ronald
Reagan yang memerintah pada saat itu. Akibat buruk lainnya adalah bangkrutnya
perusahaan besar di bawah peraturan kepailitan chapter 11 yang
menimbulkan pengangguran masal dan mewabahnya kenakalan remaja yang diakibatkan
kondisi ekonomi keluarga yang pailit.
Demam LBO di AS pada tahun 80-an
tentunya menghasilkan miliuner-miliuner muda yang akhirnya kelak mendekam
dipenjara dengan denda jutaan dolar. Mereka yang terkenal diantaranya adalah:
1.
Pendiri Kohlberg, Kravis, and Robert & Co (KKR), yaitu
Jerome S. Kohlberg, George Roberts, dan Henny Kravis yang semuanya berusia sekitar
tiga puluhan. KKR membeli sekitar 38 perusahaan, dan perusahaan yang paling
mahal adalah RJR Nabicso yang dibeli seharga US$ 26.400.000.000 yang merupakan
akusisi terbesar yang pernah diketahui. Anehnya, uang yang keluar dari dompet
KKR hanya sekitar 5.6% dari harga akusisi. Sedangkan selebihnya didapat dari
berhutang kepada bank investasi, diantaranya dengan menerbitkan junk
bonds. Walaupun pada masanya ketiga pendirinya menjadi miliader muda
pada usia 30-an, KKR hanya bertahan selama 1 dekade dan selanjutny bangkrut
dalam lilitan hutang.
2.
Michael Milken, Ivan Boesky, Martin Siegel, dan Dennis Levine yang
tergabung dalam perusahaanDrexel Burnham Lambert. Dalam praktiknya,
perusahaan ini melakukan bisnis LBO dengan trik-trik yang melanggar hukum, yang
pada akhirnya perusahaan ini harus berhadapan dengan pengadilan, dengan denda
terhadap perusahaan mencapai US$ 640.000.000, sedangkan para pendirinya
mendapat hukuman penjara dengan denda yang tidak sedikit, misalnya Michael
Milken yang dituduh hingga 96 macam tuduhan praktik kejahatan pasar modal harus
mendekam dipenjara selama 10 tahun dan ganti rugi sebesar US$ 600.000.000.
Para pelaku LBO ini bukanlah mereka yang
melakukan inovasi-inovasi dalam bisnis pasar modal. Beberapa diantara mereka
bahkan tidak memiliki modal dana sama sekali saat memulai usaha ini. Mereka
juga sebenarnya dikenal dengan pekerja yang ulet dan pantang menyerah. Seperti
bisnis pasar modal lainnya, sebenarnya tidak ada yang salah dengan bisnis LBO,
hanya saja dengan praktiknya yang bersifat gali lubang tutup lubang, mereka
“berjudi” dengan maksud untuk menambah nilai jual dari perusahaan yang telah
dibeli sebelumnya..
SUMBER :
http://draakuskus.wordpress.com/2013/02/04/bisnis-hitam-di-bursa-efek-anatomi-kejahatan-pasar-modal/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar